Hadapi Masalah Dengan Sedekah

Hadapi Masalah Dengan Sedekah

“Obatilah orang yang sakit di antara kalian dengan sedekah.” (HR. Abu Dawud, At Thabarani dan Al Baihaqi)

Nabilah sebentar lagi akan menjalani persalinan anak ke-3, namun belum cukup biaya untuk memenuhi semua kebutuhan proses lahiran. Di balik rasa cemas yang ada, ia berharap semoga persalinan anaknya ke-3 ini berjalan lancar tanpa kendala.

“Dik, semoga Allah Swt. berikan kelancaran dan kemudahan untuk persalinan nanti, ya ….” Ungkap Naufal pada istrinya.

Saat itu, Naufal baru mengantongi sebagian biaya untuk persalinan. Itu pun hasil mengumpulkan uang dari beberapa bulan ia bekerja. Sementara untuk kebutuhan lainnya, ia berharap ada tambahan dari gajinya bulan depan.

Hari berganti hari, semakin dekat hari prediksi lahir (HPL) sang istri. Ia dan istrinya lebih intens berkonsultasi ke bidan terdekat. Keduanya memaksimalkan ikhtiar agar persalinan nanti lancar tanpa kendala.

Bagi seorang ibu hamil, menghadapi persalinan adalah masa-masa menegangkan. Pikirannya kadang tidak karuan antara harap dan cemas. Begitu juga sang suami, orang terdekat dengan istri. Kalau bukan karena tawakal, harapan yang kuat serta baik sangka pada Allah Swt., rasanya jiwa terlalu lemah menghadapi semua itu.

Jiwa butuh ketenangan yang membuatnya tidak cemas dan khawatir. Ketenangan hakiki tersebut hanya akan hadir dengan ingat, dekat, dan taat pada-Nya. Berusaha memantaskan diri dengan berbagai amaliah yang menghadirkan rida-Nya.

“Dik, bagaimana kalau beras yang kita terima dari Mbak Murni kemarin, kita kasih ke Mas Hasan, salah satu ahli berjamaah di masjid?” tanya Naufal pada istrinya, “Lumayan banyak, ada sekitar 10 Kg.”

“Boleh, Mas Hasan yang sering aktif memakmurkan masjid itu, ya?” Respon istri Naufal cepat.

“Iya, semoga menjadi wasilah untuk mendapatkan kemudahan dan kelancaran berbagai urusan kita, khususnya persalinan nanti.” Jawab Naufal penuh harapan.

“Aamiin ….” Pungkas Nabilah sambil mengangkat kedua tangannya.

Hari yang ditunggu-tunggu pun tiba. Sejak pagi, perut Nabilah sudah terasa berbeda, tidak seperti biasanya. Ada gerakan bayi dan kontraksi pada rahimnya. Siang menjelang sore, Naufal segera membawa Nabilah ke klinik terdekat. Setelah pemeriksaan bidan, alhamdulillah sudah mulai ada pembukaan. Di penghujung sore itu, alhamdulillah anak ke-3 mereka lahir dalam keadaan sehat dan selamat.

Naufal yang sejak awal mendampingi persalinan, tidak hentinya memuji Allah dan bersyukur atas semua karunia dan kemudahan dari-Nya. Alhamdulillah, setelah tuntas persalinan dan perawatan, sore itu juga bidan mengizinkan Nabilah langsung pulang tanpa harus menginap di klinik.

Kini Naufal tinggal memikirkan biaya pelunasan persalinan dan perawatan untuk beberapa hari ke depan. Bahkan jika dana memungkinkan, ia ingin langsung melaksanakan akikah untuk anaknya tersebut pada hari ke-7. Walaupaun ia sendiri belum terpikir dari mana biayanya.

Di saat harapannya semakin menguat, Naufal dapat info dari tempatnya bekerja bahwa sudah ditransfer sejumlah uang sebagai bonus akhir tahun bagi semua karyawan. Masyaallah, Naufal antara percaya dan tidak. Jumlah uang yang ia terima sangat cukup untuk melunasi biaya persalinan dan perawatan istrinya, plus biaya pembelian satu ekor domba. Sehingga akikah dapat dilaksanakan pada hari ke-7 pasca kelahiran anaknya.

Begitulah. Sebuah kebaikan akan menghadirkan kebaikan lainnya. Naufal berusaha berbagi bukan karena berlimpah harta, namun karena ia meyakini ada rida dan pertolongan Allah yang akan hadir di sana. Tanpa harus memikirkan pertolongan itu akan datang dalam bentuk apa dan hadir melalui siapa.

*****

Dunia adalah tempatnya masalah. Tiada satu pun makhluk di bumi yang tidak memilikinya. Walaupun tingkat dan jenis masalahnya berbeda-beda. Namun ada satu kepastian, bahwa masalah tidak akan menimpa seseorang di luar batas kemampuannya. Allah Swt. Maha Adil dan Penyayang, Dia tidak akan membebani hamba-Nya dengan sesuatu di luar kemampuan untuk menanggungnya.

Bagi seorang mukmin, permasalahan hadir sekaligus sebagai ujian keimanan. Apakah ia mampu menghadapinya dengan benar sesuai bimbingan syariat? Ataukah meresponsnya dengan sikap dan perbuatan yang menyalahi syariat? Karena sangat mungkin terjadi, seseorang yang menghadapi masalah dengan sikap yang salah dan menghalalkan segala cara.

Ketika masalah kehidupan hadir di hadapan, solusi hakiki adalah dengan terus mendekat dan semakin taat pada Allah Swt., menjalankan berbagai perintah Allah dan meninggalkan larangannya. Salah satu dari sekian banyak bentuk ketaatan kepada Allah adalah memberi sedekah.

Sedekah menurut bahasa adalah “shadaqah” yang bermakna “kebenaran”, berasal dari kata “shidiq”. Sedangkan menurut istilah adalah memberikan sesuatu dengan tujuan semata-mata mengharapkan pahala dari Allah Swt. Orang yang melakukan sedekah merupakan orang yang benar keimanannya dan meyakini kebenaran janji Tuhannya, Allah Swt.

Bagaimana sedekah dapat menjadi solusi sebuah masalah?

Sebuah sunnatullah yang berlaku di semesta ini, bahwa berbagi tidak akan pernah membuat rugi. Hal ini berlaku universal. Baik bagi seorang muslim maupun bagi pemeluk keyakinan lainnya. Sehingga tidak heran jika kita sering menemukan umat lintas agama yang juga gemar berbagi kepada sesama. Mereka meyakini sedekah sebagai sesuatu wasilah untuk meraih keberhasilan.

Terlebih dalam agama Islam, Allah Swt. menjanjikan beragam keutamaan dan pahala bagi siapa pun yang melakukan sedekah untuk kebaikan. Baik keutamaan di dunia maupun di akhirat kelak. Allah Swt. berfirman, “Sesungguhnya orang-orang yang bersedekah baik laki-laki maupun perempuan dan meminjamkan kepada Allah pinjaman yang baik, niscaya akan dilipat-gandakan (ganjarannya) kepada mereka dan bagi mereka pahala yang banyak.” (QS. Al Hadid [57]: 18)

Sedekah merupakan ibadah yang istimewa. Ia dapat menjadi wasilah untuk terhapusnya dosa-dosa. Sebagai hamba yang tidak luput dari dosa, tentu kita sangat membutuhkan kesempatan yang Allah Swt. berikan ini. Rasulullah Saw. pernah bersabda, “Sedekah itu dapat menghapus dosa sebagaimana air itu memadamkan api.” (HR. At-Tirmidzi).

Seseorang yang telah mendapatkan keutamaan dan ampunan atas dosa-dosa yang pernah ia lakukan, Allah Swt. akan mencintai dan mengasihinya, memberikan jalan keluar atas berbagai permasalahan kehidupan. Baik solusi tersebut hadir sesuai dengan yang ia minta, atau pun Allah Swt. berikan solusi lain yang tidak pernah terduga.

Secara psikologis, berbagi pada sesama akan menghadirkan rasa bahagia di jiwa. Bahagia karena dapat menjadi jalan kebahagiaan orang lain. Rasa tersebut hadir secara alami sebagai karunia Ilahi tanpa cipta dan rekayasa manusia. Jiwa yang bahagia menjadikan pikiran lebih tenang dan berpikir positif menjalani kehidupan.

Jika seseorang selalu berpikiran positif, ia akan menjadi pribadi yang yakin, percaya diri, berani, optimis, bersemangat, selalu bersyukur, dan senantiasa bersabar. Ia tidak akan mudah menyerah dan berputus asa. Sehingga itu semua menjadi penarik hadirnya berbagai kemudahan dalam berbagai urusan.

Berbagi pada sesama tidak harus selalu berbentuk materi. Sedekah bisa dalam bentuk tenaga, perhatian, dukungan, pikiran, bahkan senyuman sekalipun. Esensinya adalah bagaimana peran kita dalam menghadirkan rasa bahagia (idkhalu assurur) pada jiwa sesama. Orang yang membantu sesama pada hakikatnya sedang menjemput pertolongan Allah Swt. untuk dirinya. Nabi Saw. bersabda, “Allah akan senantiasa menolong seorang hamba selama hamba tersebut menolong saudaranya.” (HR. Muslim)

Hadis di atas memberikan pesan penting agar kita senantiasa peduli kepada sesama dan membantu kebutuhannya. Sekaligus mengabarkan salah satu cara bagaimana menjemput pertolongan Allah Swt. dan keluar dari berbagai permasalahan yang menerpa. Sebuah metode berbasis keimanan yang memberikan garansi pertolongan-Nya.

 

Jendela inspirasi:

  1. Setiap masalah memiliki pasangan solusinya. Tugas kita menjemput solusi tersebut dari Pemiliknya, Allah Swt.
  2. Amal ibadah seorang hamba yang ikhlas karena Allah Swt. dapat menjadi wasilah untuk memohon pertolongan-Nya, termasuk sedekah.
  3. Kekayaan sejati ada dalam berbagi, saat jiwa melepaskan rasa keakuan atas sebuah kepemilikan dan meyakini adanya kemuliaan di sisi Ilahi.

Comments

No comments yet. Why don’t you start the discussion?

    Tinggalkan Balasan

    Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *